Farmakoekonomi sebagai suatu ilmu yang berfungsi untuk deskripsi dan analisis biaya yang diperlukan suatu terapi untuk sistem pelayanan kefarmasian, memiliki berbagai cara perbandingan dalam melakukan proses evaluasi.
Dalam memutuskan penggunaan
terapi yang berbeda, tenaga kesehatan akan
memperkirakan terapi terbaik berdasarkan perbedaan biaya dan hasil antar
tiap jenis terapi, sehingga dapat ditentukan bahwa biaya yang ditambahkan akan
memberikan manfaat atau hasil yang lebih baik.
Salam satu cara perbandingan yang
dapat digunakan adalah dengan perhitungan terhadap rasio dari dua atau lebih terapi
yang dibandingkan, yang telah diketahui biaya (cost) dan tingkat keberhasilan
terapi (outcome) dari masing-masing terapi tersebut.
Biaya tersebut disebut biaya marjinal,
atau dikenal juga sebagai biaya inkremental (Incremental Cost) dalm
farmakoekonomi.
Biaya Marjinal atau biaya
inkremental (Incremental cost) merupakan nilai selisih dari perbandingan
suatu biaya produk atau jasa. Biaya ini juga sering disebut sebagai ACER (Average
Cost-Effectiveness Ratio).
Sedangkan, perbandingan antara
selisih biaya tersebut dengan perubahan hasil atau efektivitas terapi
menghasilkan suatu nilai yang dinamakan rasio efektivitas biaya inkremental
atau Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER).
Metode perhitungan perbandingan
tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada contoh berikut.
Terdapat dua terapi yang menjadi
kandidat pilihan sebagai pilihan terbaik, disebut sebagai terapi I dan terapi
II. Pada terapi I diperlukan biaya pengobatan sebesar Rp. 350.000,- per terapi dengan
tingkat keberhasilan atau efektivitas terapi sebesar 70%. Terapi 2 memerlukan
biaya sebesar Rp. 500.000,- per terapi dengan tingkat keberhasilan sebesar 89%.
Dalam menentukan rata-rata dan biaya
inkrementral atau Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER), dilakukan
perhitungan :
Pada contoh diatas, terdapat 2
jenis terapi yang dibandingkan, yaitu terapi I dengan biaya Rp. 350.000,00-dengan tingkat
efektivitas / keberhasilan sebanyak 70%; dengan terapi II dengan biaya Rp.
500.000,00- dengan tingkat efektivitas / keberhasilan sebanyak 89%.
Data tersebut menunjukkan bahwa
daris segi biaya, terapi I lebih terjangkau secara ekonomis, meskipun secara
efektivitas terapi II memiliki nilai lebih baik.
Perhitungan Average Cost-Effectiveness dan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER)
Dari terapi I didapatkan rata-rata
sebesar Rp. 500.000,- sedangkan terapi II sebesar Rp. 561.798,-. Pada tahap ini
nilai ekonomis terapi I masih terbukti lebih baik jika dibandingkan secara
rata-rata dengan tingkat keberhasilan / efektivitas.
Tentu saja nilai ekonomi tidak
serta merta menjadi poin utama dalam penilaian, tingkat resiko yang mungkin
terjadi dalam setiap jenis penyakit berbeda-beda sehingga mungkin saja terdapat
kebijakan yang mengutamakan peningkatan efektivitas dibanding nilai ekonomis.
Selanjutnya, jika jumlah pasien
diasumsikan sebanyak 100 orang, maka
untuk kenaikan keberhasilan sebanyak 19 orang (selisih dari 70 – 89 =
19) diperlukan biaya Rp. 789.474,- atau
sama dengan penambahan biaya sebesar Rp. 41.551,- untuk setiap tambahan
keberhasilan terapi 1 orang.
Apakah nilai penambahan biaya sebesar
Rp. 41.551,- untuk setiap tambahan keberhasilan terapi 1 orang tersebut sebanding?
Jawabab untuk setiap kasus penyakit
dan persepsi tentu berbeda-beda. Jika penyakit tersebut merupakan penyakit yang
tidak mengganggu / membahayakan secara signifikan, mungkin saja nilai
penambahan biaya tersebut tidak sebanding. Namun pada kasus serius yang
membahayakan nyawa, peningkatan efektivitas sebanyak 19 % merupakan terapi yang
sangat layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif utama.
Pengambil keputusan terapi akan memiliki
data yang lebih subyektif dan dapat mempertimbangkan lebih jauh dengan
mempertimbangkan faktor lain untuk mendapatkan kemungkinan terbaik dalam
pemberian terapi kepada pasien.
Sumber :
KL Rascati. Essentials of Pharmacoeconomics. 2009. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins
Posting Komentar
Posting Komentar